WRI Indonesia dan INDEF Dorong Pertumbuhan 8% yang Rendah Karbon dan Tangguh Iklim

Bantentoday – Kota menjadi penentu utama daya saing ekonomi Indonesia. Sekitar 55–60% PDB nasional dihasilkan dari kawasan perkotaan, yang sekaligus menyumbang hampir 70% emisi energi penyebab risiko iklim. Tekanan ini kian terasa dengan meningkatnya banjir dan longsor di berbagai daerah—termasuk bencana besar di Sumatra pekan ini.
Data terbaru BNPB mencatat lebih dari 600 korban meninggal, 400 orang masih hilang, dan lebih dari 33.000 warga mengungsi akibat banjir dan longsor tersebut. Peristiwa ini memperlihatkan urgensi integrasi antara strategi ekonomi, tata ruang berbasis risiko, mobilitas rendah emisi, serta infrastruktur publik yang tangguh.
Dalam panel diskusi “Pertumbuhan 8% Rendah Karbon: Membaca Ulang Peran Kota sebagai Mesin Ekonomi Nasional”, para narasumber, yaitu Imaduddin Abdullah (INDEF) dan I Made Vikannanda (WRI Indonesia) menekankan bahwa Indonesia tidak dapat mengejar pertumbuhan tinggi tanpa memperkuat:
- mobilitas rendah karbon dan transportasi publik;
- tata ruang berbasis risiko dan penegakan perizinan;
- integrasi kebijakan ekonomi–energi–transportasi;
- ketahanan infrastruktur publik menghadapi risiko iklim, serta
- agenda swasembada energi yang tidak mendorong deforestasi dan pembukaan kawasan rawan.
Diskusi menyimpulkan bahwa masa depan pertumbuhan Indonesia ada di kota. Namun, kota hanya bisa menjadi mesin ekonomi nasional jika aman, tangguh, dan rendah emisi.
Terkait banjir dan longsor di Sumatra, WRI Indonesia & INDEF menyampaikan keprihatinan mendalam atas korban yang terdampak serta memberi apresiasi kepada petugas dan relawan yang bekerja tanpa henti. Peristiwa tersebut menunjukkan perlunya:
- penegakan tata ruang dan perizinan berbasis risiko;
- restorasi hulu dan DAS kritis;
- investasi infrastruktur adaptasi dan mitigasi iklim serta peringatan dini;
- keberpihakan fiskal terhadap adaptasi dan mitigasi risiko iklim;
- serta keselarasan program swasembada nasional dengan target NDC agar pembangunan tidak memperbesar risiko bencana.
Pada kesempatan yang sama, WRI Indonesia dan INDEF menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk memperkuat kolaborasi riset dan advokasi publik. Kemitraan ini akan berfokus pada:
- analisis ekonomi perkotaan yang mendorong pertumbuhan inklusif dan rendah karbon;
- mobilitas rendah karbon dan pendanaan transportasi publik listrik;
- integrasi kebijakan ekonomi–energi–transportasi–tata ruang;
- kajian swasembada energi di kawasan perkotaan;
- ketahanan infrastruktur publik terhadap risiko
Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi, menekankan “Pertumbuhan 8% hanya dapat dicapai bila kota-kota Indonesia ditopang oleh tata ruang yang tegas dan infrastruktur yang tangguh terhadap risiko iklim.”
Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, menambahkan “Strategi ekonomi, energi, dan tata ruang harus berjalan dalam satu arah: meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan ekosistem.”
Kerja sama ini diharapkan menjadi fondasi penting bagi perumusan kebijakan publik yang mampu meningkatkan daya saing kota sekaligus melindungi keselamatan masyarakat.
