Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Mendag: Lawan Kebijakan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa yang Menghambat Ekspor Indonesia

Mendag: Lawan Kebijakan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa yang Menghambat Ekspor Indonesia

Bantentoday – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus melindungi kepentingan produk Indonesia dari berbagai kebijakan Uni Eropa yang berpotensi menghambat ekspor. Salah satunya adanya kebijakan undang-undang anti-deforestasi yang diterapkan Uni Eropa. Untuk itu, Kemendag siap melawan kebijakan ini dengan berbagai langkah terukur.

Penegasan disampaikan Mendag Zulkifli Hasan dalam acara Indonesia Food Agri Insight On Location di Jakarta pada Selasa (1/8). Acara dengan tema “Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa” menghadirkan narasumber yang terdiri atas Staf Khusus Bidang Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan, Ketua Asosiasi Petani Kakao (Askindo) Arif Zamroni, Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Moelyono Soesilo, serta Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono.

“Kita sadari perjuangan tidak mudah, tetapi Kementerian Perdagangan akan terus berupaya melindungi kepentingan nasional, termasuk melindungi petani rakyat, di berbagai forum internasional baik bilateral, regional, dan multilateral. Untuk itu, Kemendag siap mengambil langkah-langkah terukur untuk mengamankan kepentingan nasional,” ujar Mendag Zulkifli Hasan.

Mendag Zulkifli Hasan mengungkapkan, Uni Eropa telah memperkenalkan kebijakan perlindungan lingkungan dan mengatasi perubahan iklim dalam kerangka European Green Deal (EGD). Melalui kerangka EGD, Uni Eropa menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 55 persen pada 2030. Untuk itu, Uni Eropa menerbitkan beberapa kebijakan, yaitu pertama, Renewable Energy Directive (RED), yang akan melarang penggunaan biofuel dari minyak sawit pada 2030. Kedua, Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), yang akan menjadi dasar pengenaan pajak karbon terhadap produk-produk seperti besi dan baja, semen, pupuk, aluminium, dan listrik. Ketiga, Deforestation-Free Products Regulation atau UU Anti-Deforestasi Uni Eropa.

“UU Anti-Deforestasi Uni Eropa mewajibkan produk yang diekspor atau pun diimpor oleh Uni Eropa harus bebas dari deforestasi atau penggundulan hutan, yaitu sapi ternak, kakao, kopi, minyak sawit, kedelai, karet, kayu dan produk turunannya,” jelas Mendag Zulkifli Hasan.

Menurut Mendag Zulkifli Hasan, kebijakan ini berpotensi diskriminatif, khususnya ketentuan kriteria negara berisiko, penetapan cakupan produk yang tidak mencakup produk utama Uni Eropa, dan penentuan batas waktu barang yang terkena kebijakan. Mendag Zulkifli Hasan melihat, kebijakan ini menciptakan hambatan perdagangan yang tidak perlu melalui kewajiban uji tuntas dan sanksi atas pelanggaran. Kebijakan Uni Eropa tersebut telah menjadi sorotan Kemendag jauh sebelum diberlakukan, mengingat potensi dampak negatifnya terhadap produk ekspor Indonesia.

“Kebijakan ini berpotensi menghambat perdagangan dan merugikan petani kecil. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa 2022, untuk sawit, karet, kakao, kopi, dan kayu sekitar USD 6,7 miliar. Sementara itu, 8 juta petani kecil kelapa sawit, kakao, kopi, dan karet Indonesia juga akan terdampak akibat kebijakan tersebut,” jelas Mendag Zulkifli Hasan.

Mendag Zulkifli Hasan memaparkan, Kementerian Perdagangan telah melakukan berbagai langkah dalam melawan kebijakan ini. Diantaranya dengan menyampaikan keberatannya ke Uni Eropa dan negara anggotanya.

“Kami juga memanfaatkan forum perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) agar Uni Eropa dapat tetap membuka akses pasar produk Indonesia,” tandasnya.

Di forum multilateral, lanjutnya, Indonesia aktif menyuarakan kekhawatiran atas dampak negatif kebijakankebijakan Uni Eropa dan meminta klarifikasi atas aturan-aturan kebijakan anti-deforestasi yang multiinterpretasi. “Selain itu, Indonesia telah mengangkat isu ini bersama anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) lainnya di berbagai komite,” lanjut Mendag Zulkifli Hasan.

Mendag Zulkifli Hasan menambahkan, Indonesia juga menggalang posisi bersama dengan perwakilan negaranegara lainnya di Brussels, Belgia. Sebelumnya, Indonesia menginisiasi Surat Bersama yang ditandatangani 14 negara perihal keberatan atas kebijakan Uni Eropa. Saat ini Indonesia sedang menyusun surat kedua bersama 19 negara lainnya dengan target memperoleh dukungan sebanyak-banyak untuk memperkuat posisi Indonesia.

“Selain upaya diplomasi, Indonesia juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan ke WTO guna menilai kesesuaian kebijakan Uni Eropa dengan ketentuan WTO,” imbuh Mendag Zulkifli Hasan. Mendag Zulkifli Hasan menambahkan, perjuangan di forum internasional, tetap perlu diimbangi upaya di dalam negeri. Contohnya diperlukan peningkatan dalam hal harmonisasi data. “Kita juga harus konsisten menerapkan dan menyampaikan kepada publik terkait kebijakan dan program pemerintah yang berkontribusi untuk mengatasi perubahan iklim. Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan siap mendukung upaya-upaya tersebut. Oleh karena itu, peran dan kontribusi seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, pelaku usaha, dan masyakarat sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi,” tutup Mendag Zulkifli Hasan.

TAGS