3 Populasi Hewan Penghuni TNGHS Terancam Punah

BantenToday – Beberapa satwa langka terasuk populasi hewan penghuni TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) yang hidup di kawasan hutan konservasi kini menghadapi ancaman punah.
Spesies seperti macan tutul, elang jawa, dan owa jawa terancam karena kerusakan habitat dan ekosistem alaminya. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya perlindungan untuk menjaga keberlanjutan kehidupan satwa tersebut.
Menurut data dari Balai TNGHS, pada tahun 2015 jumlah populasi hewan penghuni TNGHS adalah macan tutul yang mencapai 58 individu.
Namun, hingga saat ini belum ada pendataan ulang yang dilakukan. Petugas telah memasang kamera trap di berbagai lokasi dalam kawasan TNGHS, dan meskipun masih ada satwa yang dilindungi, jumlahnya semakin berkurang.
Sementara populasi hewan penghuni TNGHS berikutnya yakni elang jawa dan owa jawa, kondisi mereka juga tidak lebih baik.
Hanya ditemukan satu atau dua kelompok satwa yang terlihat. Sementara itu, populasi macan tutul dan owa jawa terus menurun. Keadaan ini menunjukkan bahwa perlindungan lingkungan sangat penting agar spesies tersebut tidak punah.
Peran Masyarakat dalam Perlindungan Habitat Populasi Hewan Penghuni TNGHS
Pihak TNGHS meminta masyarakat untuk turut serta menjaga habitat satwa endemik TNGHS. Dengan menjaga lingkungan alami, dapat membantu menjaga keberlangsungan hidup spesies yang dilindungi. Selain itu, penambangan emas tanpa izin (PETI) juga menjadi ancaman serius bagi ekosistem hutan.
Penambangan ilegal tidak hanya merusak hutan, tetapi juga mengancam flora endemik seperti anggrek, puspa, saninten, dan rasamala. Tanaman-tanaman ini sering kali ditebang oleh penambang ilegal untuk keperluan galian bawah tanah. Kerusakan lingkungan juga berpotensi menyebabkan bencana alam seperti banjir bandang dan longsor.
Kepala Balai TNGHS Budi Chandra menyatakan dukungan penuh terhadap kolaborasi antara Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dengan lembaga kementerian dan pemerintah daerah. Saat ini, pihaknya bersama Satgas PKH dan Kementerian Kehutanan serta Pemerintah Provinsi Banten melakukan penindakan dengan menutup lubang PETI di Resor Panggarangan.
Sebanyak 55 titik tambang ilegal di Blok Cirotan, Cimari, dan Cisopa telah ditutup. Langkah ini bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan dan melindungi keanekaragaman hayati di kawasan TNGHS.
Selain ancaman terhadap satwa dan flora, kerusakan hutan di TNGHS juga memberikan dampak ekonomi. Kerugian akibat kerusakan hutan di TNGHS mencapai Rp350 miliar. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan hutan sebagai sumber daya alam yang bernilai ekonomi tinggi.
Perlu adanya kesadaran kolektif dari masyarakat dan pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Upaya penertiban PETI harus terus dilakukan, serta penguatan regulasi dan penegakan hukum terhadap pelaku penambangan ilegal.
Dengan kolaborasi yang kuat, diharapkan dapat mencegah kepunahan spesies dan menjaga keberlanjutan ekosistem TNGHS. Ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
